Berburu - Disebutkan dalam bahasa Arab
bahwa berburu itu adalah as-said,bentuk masdarnya sada yang berarti Mengambil
atau Menangkap. dalam artian menangkap binatang liar yang notabene tidak ada
pemiliknya dan bukan dalam proses jual beli.
Para ulama
Fikih bersepakat bahwa Hukum Berburu Hewan
itu Mubah(boleh) di lakukan oleh semua orang yang ingin melakukanya, namun akan
di haramkan bilamana orang yang ingin berburu pada saat melakukan ibadah haji
atau umrah dan di jelaskan di al-quran surah Al-Ma'idah (5) ayat 2 yang
menjelaskan bahwa seseorang yang telah selesai menunaikan ibadah haji atau
umrah boleh berburu. Kalimat perintah ‘istadu’, yang berarti “berburulah”
dikemukakan setelah adanya larangan berburu ketika seseorang sedang menunaikan
ibadah haji dalam Surah Al-Ma'idah (5) ayat 1.
Ulama Mazhab
Maliki memerinci hukum berburu menurut motivasi pemburunya.
Berburu hukumnya
mubah, jika dagingnya digunakan untuk konsumsi; hukumnya sunah, jika digunakan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga; hukumnya wajib, jika digunakan untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dalam keadaan darurat; makruh jika hanya
bertujuan untuk main-main; dan menjadi haram jika bertujuan untuk menganiaya
binatang.
Berburu Dengan Anjing - Ulama Mazhab Syafi'i mengemukakan bahwa apabila hewan hasil buruan sempat
tergigit oleh anjing hukumnya Haram dan wajib di bersihkan dengan cara di
bersihkan sebanyak 7 kali dan satu di antaranya dengan menggunakan air yang
bercampur tanah barulah hewan tersebut hukumnya Halal ataupun Suci.
Sedangkan Menurut Ulama Mazhab Maliki, Mazhab Syafi‘i, dan Mazhab Hanbali,mengemukakan bahwa
bekas gigitan anjing pemburu itu hukumnya Halal dan tidak wajib di bersihkan,
namun juga ada garis besarnya bahwa hewan buruan tersebut halal untuk dimakan
di antaranya Hewan Pemburu(anjing,kucing,elang,harimau ataupun singa) harus
memenuhi syarat berburu di antaranya;
Hewan
Pemburu wajib dalam keadaan Terlatih,dalam artian hewan pemburu sudah
meninggalkan watak asalnya dan dapat di gunakan sebagai alat dan bukan berburu
untuk dirinya sendiri.
Menurut
ulama Mazhab Hanafi, terlatih berarti bahwa binatang itu mau mematuhi perintah
tuannya. Sedangkan ulama Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hanbali mengemukakan tiga
macam tanda terlatihnya binatang pemburu, yaitu:
- Jika dilepas oleh tuannya, hewan itu langsung mengejar sasaran yang diperintahkan.
- Jika dilarang, dia berhenti, dan
- Jika menangkap binatang buruannya, dia tidak mau memakannya.
Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Bukhari, dan
Muslim dari Adi Ibnu Abu Hatim menegaskan larangan Rasulullah SAW memakan daging
sisa binatang buruan yang dimakan oleh binatang pemburunya.
Tanda-tanda ini harus dapat dibuktikan berulang kali, sehingga binatang itu benar-benar dipandang sebagai binatang terlatih. Sedangkan ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa daging sisa itu boleh dimakan berdasarkan pengertian umum dari Surah Al-Ma'idah (5) ayat .
Tanda-tanda ini harus dapat dibuktikan berulang kali, sehingga binatang itu benar-benar dipandang sebagai binatang terlatih. Sedangkan ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa daging sisa itu boleh dimakan berdasarkan pengertian umum dari Surah Al-Ma'idah (5) ayat .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar